Sabtu, 02 Oktober 2010

Penyimpanan Bahan Makanan Ubi Kayu ( Singkong ) serta Kerusakannya



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
     Makanan yang baik dan berkualitas bukan ditentukan oleh penampilan dan cita rasanya saja, tetapi lebih ditekankan pada nilai gizi dan kalori yang terkandung dalam makanan. Dewasa ini banyak sekali masalah - masalah sosial yang timbul, seperti kurangnya pangan dan yang jadi sorotan saat ini adalah masalah kurangnya gizi pada masyarakat Indonesia. Mungkin karena secara umum menu makanan masyarakat Indonesia itu masih lebih banyak mengandung kalori dari pada unsur gizinya. Berdasarkan pokok permasalahan di atas, ada baiknya jika upaya meningkatkan kadar gizi makanan masyarakat Indonesia dilakukan dengan menggunakan singkong sebagai salah satu mediatornya.
     Singkong merupakan salah satu tanaman multiguna yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari. Singkong sudah biasa dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk diproses menjadi berbagai produk olahan secara tradisional, baik untuk memenuhi keperluan sehari maupun dikomersilkan. Meskipun hanya merupakan warisan dari nenek moyang, namun usaha pemanfatan singkong perlu dilestarikan dan dikembangkan lebih lanjut menjadi produk - produk baru yang lebih modern, eksklusif dan berkadar gizi tinggi, dengan sentuhan tekhnologi pangan yang tepat.
     Dengan penerapan teknologi pangan secara tepat, singkong dapat diproses menjadi produk - produk olahan dan awetan yang makin bervariasi, bernilai guna, dan berdaya guna dan berhasil guna. Sifat tanaman singkong yang mudah tumbuh dan bereproduksi serta bukan merupakan tanaman musiman, sangat mendukung komtinuitas penyediaan bahan.

B.      Jumlah Prokduksi
     Tanaman singkong merupakan tanaman yang tidak manja. Dilahan yang tergolong kritis pun singkong masih mampu tumbuh dan produksi. Budidaya tanaman singkong di Indonesia sudah cukup maju dan berkembang. Menurut departemen pertanian, sistem budidaya tanaman singkong secara tradisional menghasilkakan 8 - 9 ton/ ha. Dengan sistem galur - galur atau tumpang sari menghasilkan 22 - 24 ton/ ha. Sementara, dengan sistem mukibat ( persilangan antara singkong karet yang berumbi besar namun pahit dengan singkong jenis yang lain ) mengahasilkan 45 ton/ ha.
     Namun, umtuk memenuhi kebutuhan singkong dalam negeri, Indonesia sendiri masih kekurangan sekitar 5 juta ton per tahun. Oleh karenanya, Departemen Pertanian melakukan pengembangan dengan cara :
§    Mendatangkan tanaman singkong dari negara lain
§    Membuka areal penanaman singkong diseluruh provinsi di Jawa dan luar Jawa
§    Mengembangkan sistem budi daya yang dapat melipatgandakan hasil panen.
Pada tahun 1978, areal penanaman singkong mencapai luas 1.382.902 ha dengan produksi sebesar 12.902.011 ton. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :
§    Keperluan industri                   : 244.000         ton
§    Keperluan konsumsi                : 10.356.000    ton
§    Keperluan makanan ternak     : 241.000         ton
§    Keperluan ekspor                    : 856.000         ton
§    Terbuang percuma ( sisa )      : 1.205.000      ton
C.      Perlunya Penanganan penyimpanan
     Ketika masyarakat primitif beralih dari cara bercocok tanam yang selalu berpindah ke cara bertani yang menetap di suatu tempat, mulailah disadari perlunya penyimpanan hasil panen. Sekurang - kurangnya untuk persediaan satu musim tanam.
     Para ahli arkeologi mengemukakan bahwa penyimpanan hasil pertanian bermula pada periode Neolitik zaman batu sekitar 8.000 sebelum masehi. Adanya gangguan, baik binatang maupun manusia terhadap milik petani, adanya masa - masa kritis atau paceklik, atau sebaliknya karena keadaan panen yang melimpah, adanya kesadaran mengenai daya tahan berbagai komoditas pertanian, serta adanya keperluan benih, menuntut kesadaran yang lebih tinggi lagi akan perlunya penyimpanan.
     Dalam berbagai Kitab Suci diberitakan bahwa Nabi Yusuf menafsirkan mimpi raja Qifhfir Al Aziz, bahwa di seluruh kerajaan Mesir perlu menanam gandum selama 7 tahun berturut - turut dan menyimpannya sebagai cadangan pangan. Sistem penyimpanan yang diajarkan Nabi Yusuf ini telah menyelamatkan Mesir dari bencana kelaparan. Mulai saat inilah penyimpanan bahan pangan berfungsi lebih luas lagi yaitu sebagai pengendali persediaan makanan.
     kemenangan bangsa Vietnam dalam peperangan yang berlangsung sangat lama tidak lain berkat dukungan makanan yang disimpan sedemikian rupa, di rawa - rawa dan di tempat - tempat yang tersembunyi. Tentara Amerika waktu itu tidak menduga bahwa potongan - potongan “ kayu “ yang tertimbun di lumpur adalah batang sagu yang siap dijadikan ransum sewaktu - waktu bila diperlukan dalam keadaan darurat. Pengalaman - pengalaman itu, ditambah dengan pengalaman bangsa Indonesia sendiri dalam mewujudkan swasembada pangan memberikan pelajaran akan pentingnya peranan penyimpanan.
BAB II
KARAKTERISTIK BAHAN MAKANAN
A.     Taksonomi dan Morfologi
     Dalam sistematika (taksonomi ) tumbuhan, tanaman singkong diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom               : Plantae ( tumbuh - tumbuhan )
Division                : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
Subdivisio : Angiospermae
Kelas                    : Dicotyledonae ( biji berkeping dua )
Ordo                     : Eurphorbiales
Famili                   : Euphorbiaceae
Genus                   : Manihot
Spesies                 : Manihot esculenta Crantz sin. Manihot utilisina Phohl

     Hasil panen utama dari tanaman singkong adalah umbinya. Umbi singkong merupakan tempat untuk menyimpan persediaan cadangan makanan.
Umumnya umbi singkong berbentuk bulat panjang, yang makin ke ujung ukurannya makin kecil. Pada dasarnya, umbi singkong terdiri dari 3 lapis, yaitu :
1.    Lapisan kulit luar
           merupakan lapisan yang tipis, mudah robek dan berwarna cokelat, cokelat merah atau cokelat abu - abu.
2.    Lapisan kulit dalam
           merupakan suatu lapisan kulit yang memiliki ketebalan antara 1mm - 3 mm, berwarna rose, kuning ataupun putih.
3.    Lapisan atau bagian daging
           merupakan bagian terbesar ( memilki persentase terbesar ) dari umbi singkong. Umumnya memiliki warna putih ataupun kuning.
     Sementara, sumbu ( jawa : sorot ) yang ada dibagian tengah dari lapisan daging umbi, berfungsi sebagai saluran untuk mengirimkan makanan hasil fotosintesis daun ke dalam akar. Akar yang menyimpan makanan atau cadangan makanan dalam jumlah banyak, akan menggembung atau membengkak sehingga membentuk umbi.
B.      Kandungan Unsur - Unsur Bahan
     Di dalam daging umbi singkong terkandung dua jenis unsure, yaitu unsure gizi yang bermanfaat bagi kesehatan dan unsure pengganggu ( HCN atau asam sianida ) yang bersifat racun dan mempengaruhi rasa singkong.
1.    Kandungan Unsur Gizi
           Singkong kurang memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sebagai makanan pokok ( pengganti ) karena kadar unsur gizi yang terkandung di dalamnya sangat kecil, seperti terlihat pada table berikut :

No.
Nama Unsur
Kadar Gizi/ 100 gr Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Energi
Karbohidrat
Protein
Lemak
Mineral
Zat besi
Kalsium
Fosfor
Vitamin C
Vitamin B
Air
146        kal
34,7       gr
1,2         gr
0,3         gr
1,3         gr
0,0007  mg
0,003    mg
0,004    mg
0,003    mg
0,006    mg
62,5      gr

  sumber : Data Analisis Bahan Makanan, Fak. Kedokteran UI, Jakarta, 1992

2.    Kandungan Unsur Pengganggu
           Kandungan unsur penggangg yang bersifat racun ( HCN ) berbeda untuk setiap jenis atau varietas, seperti terlihat pada tabel berikut :

No.
Jenis / Varietas
Kadar HCN (mg/kg umbi)
Warna Umbi
Rasa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Gading
Adira I
W-1705
W-1548
Valenca
Mangi
Betawi
Singapura
Basiorao
Adira IV
Muara
Tapikuru
Bogor
Adira II
SPP
31,9
27,5
10
34
39
30
30
60
80
68
100
130
100
123,7
150 - 206
Putih
Kuning
Putih
Putih
-
-
-
-
-
Putih
Putih
-
-
Putih
-

Enak
Enak
Enak
Enak
Enak
Enak
Enak
Enak
Agak pahit
Pahit
Pahit
Pahit
Pahit
Pahit
Sumber : Dirjen Tanaman Pangan, Departemen  Pertanian, Jakarta, 1989

     Kadar HCN dalam umbi singkong dapat mempengaruhi cita rasa dan masa segar singkong. Menurut Departeman Perindustrian (1990), berdasarkan kadar HCN dalam umbi, singkong dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu :
a.    Singkong Manis
           singkong manis memiliki kandungan HCN yang sangat rendah, hanya sebesar 0,04 % atau 40 mg HCN/kg singkong.
singkong manis banyak dikonsumsi secara langsung atau digunakan untuk jajanan tradisional. jenis singkong manis antara lain adalah Gading, Adira I, Mangi, Betawi, Mentega, Randu Ranting dan Kaliki.
b.    Singkong Agak Beracun
           singkong jenis ini memiliki kandungan HCN antara 0,05 % - 0,08 % atau 50 - 80 mg HCN/kg singkong. Singkong memiliki rasa agak pahit an aman dikonsumsi bila sudah diolah ( direbus, dikukus, digoreng, dsb ).



c.     Singkong Beracun
           singkong beracun memiliki kandungan HCN antara 0,08 % - 0,10 % atau 80 - 10 mg HCN/kg singkong. memiliki rasa pahit dan aman dikonsumsi bila sebelum diolah, dicuci, dan direndam dalam air terlebih dahulu.
d.    Singkong Sangat Beracun
           singkong termasuk kategori sangat beracun apabila mengandung HCN lebih dari 0,10 % atau 100 mg HCN/kg singkong. memiliki rasa yang sangat pahit dan aman dikonsumsi apabila sudah diproses menjadi tepung (dikeringkan) terlebih dahulu.

               Berdasarkan hasil penelitian para ahli Teknologi Pangan pada Balai Besar Penelitian Industri Hasil Pertanian, dapat diketahui bahwa kandungan HCN dapat dikurangi melalui beberapa proses yang meliputi :
1)      Perendaman
        HCN mudah larut dalam air, terlebih air yang mengalir.
2)      Pengolahan
        HCN mudah menguap bila terkena panas, misalnya pada proses perebusan, pengukusan, penggorengan, dsb.
3)      Fermentasi
        Singkong akan berubah menjadi tape.
4)      Pengeringan
        HCN mudah menguap pada proses pengeringan, misalnya pada proses pembuatan gaplek, tepung tapioka dan tepung kasava.
5)      Ekstrasi Pati
        Ekstraksi pati dalam air, misalnya pada pembuatan tepung kanji ataupn tapioka.


C.      Karakteristik Tanda - Tanda Bahan
            Tanda - tanda singkong yang mengandung HCN tinggi adalah sebagai berikut :
1.      Ada rasa pahit ( makin tinggi kandungan HCN, rasa makin pahit )
2.      Bila dipotong - potong dengan pisau (logam), bekas potongan akan berwarna biru ( terbentuk senyawa logam )
3.      Makin tinggi kandungan HCN, singkong menjadi makin mudah rusak (poyo).
                        Adapun tanda - tanda singkong yang mengandung tepung atau pati tinggi, antara lain sebagai berikut :
1.      Bila direbus menjadi bening dan bukan putih mekar
2.      Rasa atau tekstur lebih kenyal.
D.     Daerah Asal dan Penyebarannya
                        Singkong atau ubi kayu ( Manihot esculenta Crantz sin. Manihot utilisina Phohl ) sudah banyak ditanam hampir diseluruh dunia. Mengenai asal tanaman singkong tersebut, ada beberapa ahli botani yang menyatakan bahwa tanamn singkong berasal dari Amerika beriklim tropis. Namun, seorang ahli botani Rusia, Nikolai Ivonavick Vavilov, memastikan bahwa tanaman singkong tersebut berasal dari Brasil ( Amerika Selatan ). Mula - mula disebarkan ke Afrika, kemudian Madagaskar, India, Tiongkok dan masuk Indonesia pada tahun 1852 melalui Kebun Raya Bogor, dan kemudian tersebar keseluruh wilayah Indonesia sekitar tahun 1914 - 1918. Saat itu, Indonesia dilanda krisis pangan dan singkong dijadikan sebagai alternatif pengganti makanan pokok. Pada tahun 1968, Indonesia menjadi negara penghasil ubi kayu terbesar ke-5 di dunia.
                        Di Indonesia, singkong memiliki peran penting sebagai makanan pokok ke-3 setelah padi dan jagung. Peranan singkong menjadi semakin besar berkaitan dengan daya gunanya dibidang industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar tidak terbatas pada industri  di dalam negeri, tetapi juga di negara lain sebagai komoditas ekspor andalan.
E.      Jenis atau Varietas
            Dalam rangka mencari varietas unggul, puluhan bibit singkong unggul telah didatangkan dari berbagai negara lain. Beberapa sifat unggul singkong yang diharapkan antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Hasil produksi tinggi, lebih dari 30 ton/ha
2.      Kadar karbohidrat (pati) antara 35 % - 40 %
3.      Umur panen pendek ( kurang dari 8 bulan, sudah dapat dipanen )
4.      Tahan terhadap hama dan penyakit
5.      Rasa bervariasi sesuai kebutuhan dan rasa enak dengan kadar HCN kurang dari 80 mg/kg.
Catatan :
                        Sebagai bahan industri, singkong yang memiliki kadar HCN lebih tinggi dari 100 mg/kg, masih dapat diterima karena derajat keputihannya jauh lebih tinggi.
                        Tanaman singkong yang dikembangkan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis atau varietas dengan keunggulan masing - masing. Ada tujuh jenis atau varietas unggul singkong yang digunakan untuk membuat tepung tapioka, seperti terlihat pada table berikut :

No.
Varietas
Hasil Produksi/ha                       (ton)
Kadar Pati
Kadar HCN/kg
Rasa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Adira I
Adira II
Malang I
Malang II
Basiorao
Bogor
Mangi
20 - 35
20 - 35
52,4 - 59,6
31,5
30
40
20
45,2
40,8
32 - 36
32 - 36
31,2
30,9
30 - 37
27,5
123,7
-
-
80
100
30
Enak
Pahit


Agak pahit
Pahit
Enak
Sumber : Departeman Pertanian, Jakarta, 1997

                        Adapun ciri - ciri atau deskripsi dari ketujuh varietas unggul singkong tersebut dapat dilihat pada table berikut :

No.
Varietas
Deskrpsi
1.
Adira I

a.      Asal
Persilangan antara varietas Mangi dan Ambon.
b.      Daun
1)      Bentuk seperti jari agak lonjong
2)      Pucuuk daun berwarna cokelat, tangkai daun bagian bawah berwarna merah muda dan bagian atas berwarna merah
c.       Batang
1)      Tinggi batang 1 - 2 m
2)      Btang muda berwarna hijau muda dan batang tua berwarna cokelat kekunung - kuningan.
d.      Umbi
1)      Warna kulit luar cokelat dan bagian dalam berwarna kuning
2)      Warna daging umbi kuning
3)      Hasil produksi 22 ton/ha
4)      Kadar  HCN 27,5 mg/kg singkong
5)      Kadar pati 45%
e.      Umur panen
Umur panen 7 - 10 bulan
2.
Adira 2
a.      Asal
Persilangan antara varietas Mangi dan Ambon
b.      Daun
1)      Berbentuk seperti jari agak lonjong dan gemuk
2)      Pucuk daun berwarna ungu , tangkai daun bagian atas berwarna merah muda dan bagian bawah hijau muda.
3)      Tulang daun bagian atas berwarna merah muda dan bagian bawah hijau muda.
c.       Batang
1)      Tinggi batang 2 - 3 m
2)      Batang berwarna hijau muda dan batang tua putih berwarna putih kecokelatan - kecokelatan.
d.      Umbi
1)      Warna kulit luar putih kecukelatan - cokelatan dan bagian dalam berwarna ungu muda.
2)      Warna daging umbi putih
3)      Hasil produksi 22 ton/ha
4)      Kadar HCN 124 mg/kg singkong
5)      Kadar pati 41%
3.
Malang I
a.     Asal
Persilangan antara klon CM 1015 - 19 dan CM 849 - 5
b.     Batang
1)      Tinggi batang lebih dari 2 meter
2)      Warna batang hijau tua
c.     Umbi
1)      Warna kulit luar cokelat mud keputih - putihan, dan bagian dalam putih
2)      Warna daging umbi putih kekuning - kuningan
3)      Hasil produksi 52,4 - 59,6 ton/ha
4)      Kadar pati 32 - 36 %
d.     Umur panen
Umur panen 9 -10 bulan.
4.
Malang II
a.    Asal
Persilangan antara klon CM 922 - 2 dan CM 507 - 37
b.    Batang
1)      Tinggi batang lebih dari 2 meter
2)      Warna batang cokelat kemrah - merahan.
c.    Umbi
1)      Warna kulit luar cokelatan dan bagian dalam putih
2)      Warna daging umbi putih
3)      Hasil produksi 31,5 ton/ha
4)      Kadar pati 32 - 36 %
d.    Umur panen
Umur panen  8 - 10 bulan.
5.
Basiorao
a.     Asal
Dari Brasil
b.     Daun
1)      Berbentuk kerucut, lebar dan bersirip 7 - 9 helai. Perbandingan lebardan panjang sirip adalah 1 : 4
2)      Pucuk daun berwarna cokelat muda
3)      Pusat tulang daun berwarna merah muda dan ujungnya hijau kekuning - kuningan
4)      Tulang daun bafian atas berwarna merah muda dan bagian bawah hijau muda.
c.     Batang
1)      Batang relative tinggi, batang yang sudah tua mudah rebah dan yang tumbuh di dataran tinggi batangnya bercabang
2)      Batang muda berwarna hijau muda dan batang tua berwarna cokelat keabu -abuan , kulit bagian dalam berwarna hijau tua.
d.     Umbi
1)      Umbi gemuk dan bertangkai pendek
2)      Hasil produksi 30 ton/ha
3)      Kadar HCN lebih dari 80 mg/kg singkong
4)      Kada pati 31,2 %
5.
Bogor
a.      Asal
Berasal dari Bogor, hasil persilangan antara varietas Maleka dan Basiorao
b.      Daun
1)      Pucuk daun tidak berbulu , berwarna cokelat muda
2)      Bersirip 7 - 9 helai , panjang dan sempit , ujung runcing. Perbandingan lebar dan panjang 1 : 6
3)      Pangkal daun berbulu , pusat tulang daun berwarna hijau muda dan ujungnya berwarna hijau kekuningan
4)      Pangkal tangkai daun berwarna merah , bagian tengah berwarna hijau kekuningan dan bagian ujung berwarna merah.
c.       Batang
1)        Ukuran batang agak besar, tinggi dan sedikit bercabang
2)        Batang muda berwarna hijau muda, batang tua berwarna cokelat keabu -abuan dan kulit dalam berwarna hijau tua.
d.      Umbi
1)        Gemuk, tidak bertangkai, dan saling berhimpitan dengan yang lain.
2)        Rasa pahit
3)        Hasil produksi 40 ton/ha
4)        Kadar HCN lebih dari 100 mg/kg singkong
5)        Kadar pati 30,9%
7.
Mangi
a.      Asal
Berasal dari Brasil
b.      Daun
1)      Pucuk daun tidak berbulu , berwarna hijau muda
2)      Bersirip 7 - 9 helai, berbentuk seperti pita , ujung agak lebar, ujung daun runcing
3)      Perbandingan lebar dan panjang sirip terbesar 1 : 6
4)      Tulang daun berwarna kuning sedikit merah muda sampai hijau muda.
c.       Batang
1)      Batang berukuran sedang, tinggi dan bercabang
2)      Batang muda berwarna hijau, batang tua berwarna cokelat keabu - abuan, dan kulit dalam berwarna hijau tua.
d.      Umbi
1)      Umbi panjang dan bertangkai
2)      Hasil produksi 20 ton/ha
3)      Kadar HCN 30 mg/kg singkong
4)      Kadar pati 30 - 37 %
Sumber : Departemen Pertanian , Jakarta , 1997 

BAB III
KERUSAKAN BAHAN MAKANAN

A.     Kerusakan Biologi dan Mikrobiologi
     Seperti telah diketahui, bahwa mikroba perusak bahan pangan adalah bakteri, kapang, dan khamir. Faktor - faktor  yang mempengaruhi pertumbuhan ketiga jenis mikroba tersebut berbeda satu sama lain, diantaranya adalah :
§    aktivitas air ( aw ) bahan pangan
§    suhu penyimpanan dan suhu pengolahan
§    ketersediaan oksigen
§    PH bahan dan
§    kandungan zat gizi bahan pangan
     Masing - masing jenis mikroba tersebut memiliki kondisi optimum spesifik bagi pertumbuhannya. Walaupun virus sangat erat kaitannya dengan sanitasi makanan, akan tetapi virus tidak dapat berkembang pada bahan pangan yang telah diproses. Virus lebih merupakan jasad renik yang tumbuh dan berkembang pada makhluk hidup. Karena itu virus tidak dibicarakan dalam penyimpanan.
     Aw bahan pangan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pangan, yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Dibandingkan dengan bakteri, maka kapang adalah mikroba yang paling tahan terhadap kekeringan. Dengan demikian, bahan pangan kering atau bahan pangan berkadar air relatif rendah. Bakteri pembentuk spora, seperti Bacillus sp dan Clostridium sp perlu pengendalian aw yang lebih ketat selama penyimpanan bahan pangan. Hal ini karena spora dapat mulai bergerminasi pada aw yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri itu sendiri.
                 Kerusakan mikrobiologis seringkali disertai dengan produksi racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain bahaya racun, pertumbuhan seperti kapang akan mengakibatkan penurunanya tumbuh benih yang disimpan, penurunan mutu gizi, dan dapat pula menyebabkan penyusutan kuantitatif ( kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, akibat penanganan pasca panen yang tidak memadai, dan juga karena adanya gangguan biologi ), karena bahan - bahan yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi bagi bahan lain yang masih segar.
     Kerusakan karena serangga, tikus dan burung lebih banyak menyebabkan penyusutan kuantitatif. serangga dan binatang pengerat dapat menyerang bahan pangan baik di lapangan maupun di gudang. Hama tikus dapat menyebabkan penyusuutan kualitatif (kerusak yang terjadi akibat perubahan - perubahan biologi, fisik, kimia maupun biokimia ), karena kotoran, rambut dan urine tikus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, serta menimbulkan bau yang tidak enak. Proses fisiologis dari berbagai hasil pertanian dapat menyebabkan keruusakan kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif kerusakan fisiologis karena respirasi dapt dinyatakan dengan susut bahan kering. Kerusakan jenis ini sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Komposisi atmosfir pun akan mempengaruhi kerusakan bahan pangan.
B.      Kerusakan Fisik dan Mekanik
     Bahan pangan hasil pertanian akan mengalami perubahan fisik setelah dipanen, sebagai akibat dari pengaruh luar dan pengaruh dari dalam bahan pangan itu sendiri.
     Yang dimaksud dengan pengaruh luar, yaitu karena faktor - factor mekanis, seperti tekanan fisik ( dropping atau jatuhan, shunting atau gesekan ) dan juga adanya vibrasi atau getaran, benturan antara bahan dan alat atau wadah selama perjalanan dan distribusi. Kerusakan fisik yang disebabkan oleh pengaruh luar yang lain adalah serangan serangga selama penyimpanan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dalam pengolahan bahan pangan menyebabkan warna, tekstur dan penampakan yang menyimpang, dan akan menurunkan mutu organoleptis dan mutu gizinya seperti berkurangnya kandungan vitamin.
     Pengaruh dari dalam sini termasuk adanya reaksi - reaksi enzimatis sehingga berpengaruh terhadap warna bahan, perubahan kekentalan bahan pangan, serta tekstur bahan pangan.
C.      Kerusakan Kimiawi
                 Perubahan kimiawi mencakup terjadinya reaksi pencoklatan, baik enzimatis maupun non - enzimatis, terjadinya proses ketengikan baik oksidatif maupun hidrolisis, yang akan menyebabkan penurunan mutu, baik mutu organoleptis maupun mutu gizinya.
D.     Perubahan Komposisi Selama Penyimpanan
1.      Respirasi
Suhu tinggi akan mempercepat respirasi
Kadar air tinggi akan mempercepat respirasi
2.      Perubahan Karbohidrat
Terbentuknya bau asam dan apek dari karbohidrat karena kegiatan mikro organisme
3.      Perubahan Protein
Nitrogen total tidak mengalami perubahan akan tetapi nitrogen dalam protein menurun.








BAB IV
PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN

A.     Syarat penyimpanan
     Pada masa pertumbuhan, kandungan karbohidrat umbi singkong semakin meningkat dan mencapai titik optimal saat umbi siap dipanen. Tanda - tanda bahwa singkong sudah waktunya dipanen adalah pertumbuhan daun mulai berkurang; warna daun mulai mongering dan sebagian besar mulai rontok; dan umur tanaman sudah cukup ( tergantung varietasnya ). Apabila sampai berumur 12 bulan belum dipanen, singkong tidak bertambah besar, malah kualitasnya akan berkurang. Bahkan, apabila pada umur 13 bulan singkong belum dipanen juga, kadar air umbi akan meningkat, sedangkan kadar protein, tepung, dan HCN menurun.
     Untuk mengangkat singkong dari dalam tanah ( panen ) diperlukan cara yang tepat agar tidak banyak singkong yang rusak ( patah atau tertebas cangkul ). Pada lahan yang gembur, panen singkong dilakukan dengan cara dicabut dengan tangan. Umbi yang tertinggal dapat diambil dengan menggunakan cethok atau cangkul. Sementara, pada lahan berat ( tanah yang mengandung lempung ), singkong dicabut dengan menggunakan kayu atau bambu sebagai pengungkit. Kayu pengungkit diikatkan pada pangkal batang dan salah satu bagian kayu pengungkit diangkat dengan tangan sampai umbinya terangkat ke permukaan tanah.
    
Gambar : Sketsa pengungkit dari kayu / bambu. Pangkal A diangkat dengan tangan sampai umbi terangkat ke permukaan tanah.

       Sebernarnya singkong tidak termasuk tanaman musiman, artinya dapat dipanen kapan saja asal sudah mencapai usia yang cukup, yaitu ± 9 bulan. Namun kenyataannya, panen sering dilakukan pada saat tanaman berumur 7 - 10 bulan. Di Indonesia, masa tanam dan panen dilaksanakan dengan mengikuti musim pergantian dengan tanaman lainnya. Hal ini membuat industri - industri pengolah terpaksa menyesuaikan pada kondisi tersebut dengan upaya pengawetan sementara terhadap singkong sambil menunggu waktu panen berikutnya. Dengan demikian, pengadaan bahan dapat dilakukan sepanjang tahun.
     Singkong hanya memiliki segar sangat singkat yaitu 2 x 24 jam. Oleh karena itu, perlu diupayakan tindakan untuk mengamankan singkong agar sampai saatnya digunakan masih tetap dalam kondisi baik/ segar. Upaya yang digunakan adalah memanen singkong secara bertahap atau mengawetkan singkong segar. Memanen singkong secara bertahap, artinya setiap kali panen hanya sebatas kebutuhan saja, tidak secara keseluruhan dipanen sekaligus. Apabila singkong sudah terlanjur dipanen seluruhnya, perlu segera dilakukan sortasi ( pemisahan ) antara singkong yang mulus ( tidak ada bagian yang terbuka ) dan yang cacat. Singkong yang cacat ( terbuka pada kulit dan dagingnya ) diproses terlebih dahulu atau diawetkan dengan cara dikupas dan direndam air. Air rendaman harus diganti setiap hari. Cara ini dapat digunakan untuk mengawetkan singkong selama 3 - 4 minggu, namun dengan resiko kehilangan kadar patinya. Dengan perlakuan semacam ini, kadar HCN-nya semakin berkurang karena selama perendaman HCN ( sianida ) akan terlepas dan larut dalam air perendaman.
B.      Metode atau Cara Penyimpanan
     Cara penyimpanan singkong segar telah banyak diteliti dan dipraktekkan. Tanpa perlakuan khusus singkong segar hanya tahan sekitar 48 jam. Cara - cara penyimpanan singkong segar adalah sebagai berikut :
1.      Singkong segar dipotong sepanjang 5 cm pada tangkainya. Diangin - anginkan supaya getahnya kering. Singkong - singkong tersebut lalu diatur berjejer rapat dalam bak batu bata yang ditumpuk tanpa menggunakan semen dan dasarnya sudah ditutup pasir kering setebal 5 cm. Bak batu bata berukuran 1,0 m x 1,0 m x 1,0 m. Jejeran singkong tersebut ditutup lagi dengan pasir setinggi 5 cm, begitu seterusnya sampai pasir terakhir berjarak 10 cm dari tepi bahan. Setelah itu di atas pasir ditutup lagi dengan batu bata dan yang terakhir ditutup seng. Pada penyimpanan seperti ini, bak batu bata harus didirikan pada tempat yang aman serta tidak terkena air hujan. singkong segar dapat tahan 1 - 2 bulan.
2.      Singkong segar dalam keadaan utuh ditumpuk di atas lapisan jerami, rumput atau daun - daun kering. Diameter tumpukan jerami 1,5 m, tebalnya 15 cm. Sekitar 300 - 500 kg singkong segar ditimbun di atas alas tersebut, kemudian ditutup dengan lapisan jerami dan ditutup lagi dengan tanah hingga ketebalan 15 cm. Sekeliling timbunan dibuat saluran drainase agar tidak terendam air. Keadaan cuaca sangat mempengaruhi daya tahan singkong yang disimpan. Perlu diupayakan agar tidak terlalu basah dimusim hujan. Daya simpan singkong dengan cara ini dapat mencapai 3 bulan. ( lihat gambar di bawah ).



                                                                 Tanah penutup ( 10 - 15 cm )
Alas jerami (15 cm)                            Lapisan jerami penutup (15 cm)


saluran air                                                          Tumpukan Singkong
                                                                                  Permukaan tanah


Gambar : Sketsa penyimpanan singkong di dalam tanah
3.    Singkong disimpan dalam peti ( kapasitas 20 kg ) yang diisi serbuk gergaji. Kadar air serbuk gergaji dipertahankan sebesar 50 %, agar kelembabannya terkendali sehingga singkong awet. Kondisi penyimpanan terlalu kering akan cepat terjadi kerusakan fisiologis, sebaliknya bila terlalu basah menyebabkan kebusukan. Seringkali digunakan sekam padi ( pesak ) sebagai peganti serbuk gergaji. Tetapi sekam di nilai kurang baik karena daya serap dan distribusi air kurang merata. Cara penyimpanan singkong segar seperti ini, pada keadaan yang terlindung dari sinar matahari, dan suhu sekitar 26 oC dapat mempertahankan singkong segar selama satu bulan.
4.    Singkong segar yang telah dibersihkan dicelup dalam larutan fungisida thiobendazole, atau fungisida lainnya seperti Maneb dan benomyl. Kemudian dikemas dalam kantong plastik polietilen. Pengemasan ini akan membantu mengawetkan singkong dari kerusakan fisiologis, sedangkan pencelupan dalam fungisida dapat mencegah kerusakan oleh jasad renik. Perlu diperhatikan agar singkong benar - benar segar ( 2 - 3 jam setelah panen ) pada saat di kemas. Cara penyimpanan seperti ini banyak digunakan di pasar - pasar swalayan. Daya tahan singkong segar sekitar 1 - 3 bulan.  


C.      Tujuan Penyimpanan
     Penyimpanan merupakan proses untuk mempertahankan daya simpan dan mutu ubi kayu.  Tujuannya adalah untuk :
a. Mempertahankan daya simpan ubi kayu.
b. Menambah nilai ekonomis umbi ubi kayu.
c. Memudahkan pengolahan lebih lanjut.
d. Umbi ubi kayu terhindar dari kerusakan akibat busuk, jamur, dan lain-lainnya
D.     Tanda - Tanda Kerusakan
a.  Secara mikrobiologis
Ditandai dengan pertumbuhan kapang disertai dengan timbulnya bau dan perubahan warna.
b.  Secara biologis
Ditandai dengan adanya bekas gigita/lubang 2.
c.  Secara kimia
Disertai dengan pola pola warna kebiru-biruan, coklat serta kehitaman oleh enzim atau bukan. Penyimpanan singkong pada suhu yang cukup tinggi dapat mengakibatkan warna biru kehitaman yang disebut kepoyohan. kepoyohan dapat terjadi sampai kebagian dalam umbi, khususnya bila terjadi irisan atau pecah. Kepoyoan ini karena aktifitas enzim yang membentuk terjadinya oksidasi polifenol dan glukosida linamarin yang mengandung senyawa HCN.

gambar : singkong poyo
d.  Hama dan Penyakit
§         Hama
1.  Uret (Xylenthropus)
Ciri                          :  berada dalam akar dari tanaman.
Gejala                     : tanaman mati pada yg usia muda, karena akar batang                                  dan umbi  dirusak.
Pengendalian          : bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat tanam dan                              atau  mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.
2.      Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri                        : menyerang pada permukaan bawah daun dengan                                        menghisap cairan daun tersebut.
Gejala                   : daun akan menjadi kering.
Pengendalian       : menanam varietas toleran dan menyemprotkan air                                                  yang  banyak.
§         Penyakit
1.       Bercak daun bakteri
Penyebab         : Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial                                           Blight/CBG.
Gejala              : bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan
              mengakibatkan pada daun kering dan akhirnya mati.
Pengendalian  : menanam varietas yang tahan, memotong atau                                            memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan                                   pergiliran tanaman  dan sanitasi kebun.
2.       Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri                   : hidup di daun, akar dan batang.
Gejala              : daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air                                                   panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian  : melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas                                                   yang tahan seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara,                                               melakukan pencabutan dan pemusnahan tanaman                                           yang sakit berat.
3.      Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab           : cendawan yang hidup di dalam daun.
Gejala                : daun bercak-bercak coklat, mengering, lubang-lubang                                  bulat kecil dan jaringan daun mati.
Pengendalian     : melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas                              yang tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta                                  melakukan  sanitasi kebun.
4.      Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab           : cendawan yang hidup pada daun.
Gejala                : adanya bercak kecil dan titik-titik, terutama pada daun                                muda.
Pengendalian     : memperlebar jarak tanam, mengadakan sanitasi kebun                               dan memangkas bagian tanaman yang sakit .
                                    
e.      Pengaruh beberapa perlakuan terhadap penurunan kadar HCN pada singkong ( Manihot esculenta Crantz )
        Kegagalan untuk mengenali signifikansi tertentu untuk mengolah makanan tradisional dapat mengakibatkan masalah dalam keamanan makanan. Ubi kayu atau singkong ( Manihot esculenta Crantz ) mengandung antinutrisi yang berupa glokosida cyanogenik yang dapat menghasilkan HCN, suatu racun yang sangat toksik dan glukosida ini diberi nama Linamarin. Namun demikian singkong, masih merupakan makanan pokok bagi sekitar 500 juta penduduk dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kadar HCN pada ubi kayu sebelum perlakun ( pencucian dan perebusan, pencucian dan pengukusan, perendaman dan perebusan, perendaman dan pengukusan serta penjemuran ), mempelajari kadar HCN sesudah perlakuan dan mempelajari perbedaan kadar HCN  pada ubi kayu sebelum dan sesudah perlakuan. Perlakuan ini bersifat eksperimental, dengan rancang bangun penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima kelompok perlakuan yaitu :
§         pencucian dan perebusan       ( A1 )
§         pencucian dan pengukusan    ( A2 )
§         perendaman dan perebusan   ( B1 )
§         perendaman dan pengukusan ( B2 )
§         penjemuran                             ( C )
        Sedangkan jumlah ulangan sebanyak lima kali ( r =5 ) sehingga jumlah unit percobaan sebanyak 25. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji t dua sampel berpasangan. Sedangkan untuk menganalisis perbedaan hasil tiap perlakuan dilakukan analisa dengan uji Anova satu = 0,05 dan dilanjutkan uji beda LSD alfa arah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kadar HCN antara sebelum dan sesudah perlakuan ( A1, A2, B1, B2, dan C ). Sedangkan hasil analisis variasi satu arah / Oneway Anova menghasilkan taraf signifikansi 0,000 ( p < 0,05 ) yang berarti ada perbedaan kadar HCN pada ubi kayu antar masing - masing perlakuan.
        Penurunan kadar HCN tertinggi terdapat pada perlakuan B1 ( perendaman dan perebusan ) yaitu sebesar 89 % sehingga kadar HCN  menjadi 23,4 mg/kg ubi kayu. Penurunan kadar HCN terendah terdapat pada perlakuan C ( penjemuran ) yaitu sebesar 69,6 % dan kadar HCN yang masih tersisa 62,3 mg/kg ubi kayu. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kadar HCN dalam ubi kayu yang jika dikonsumsi dalam jangka lama dapat mengakibatkan terjadinya penyakit gondok. Selain itu perlu diinformasikan kepada masyarakat luas tentang cara pegolahan singkong yang benar sesuai dengan penelitian ini sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan resiko.























BAB V
PENUTUP

            Berdasarkan sumber – sumber yang telah dipelajari, penulis dapat menarik kesimpulan agar pembaca lebih mengerti dan mengkaji lebih dalam akan isi makalah. Penulis juga menyampaikan saran terhadap isi makalah.

A.     Kesimpulan
1.      penyimpanan bahan pangan berfungsi lebih luas lagi yaitu sebagai pengendali persediaan makanan.
2.      Singkong  memiliki daya tahan segar yaitu 2 x 24 jam.
3.      Syarat penyimpanan singkong adalah Singkong harus dalam kondisi baik atau segar, tidak ada luka atau cacat.
4.      Tujuan penyimpanan adalah agar bahan tidak rusak karena gangguan serangga, pathogen, dan lingkungan
5.      Penyimpanan singkong pada suhu yang cukup tinggi dapat mengakibatkan warna biru kehitaman yang disebut kepoyohan.
6.      Cara atau metode penyimpanan singkong ada 4 cara :
F     Singkong segar dipotong, panjang 5 cm, diangin- anginkan,dijejer.
F     Singkong segar dalam keadaan utuh ditumpuk di atas lapisan jerami, rumput atau daun - daun kering
F     Singkong disimpan dalam peti ( kapasitas 20 kg ) yang diisi serbuk gergaji
F     Singkong segar dibersihkan, dicelup dalam larutan fungisida thiobendazole, lalu dikemas dalam kantong plastik polietilen.
B.      Saran
1.      Untuk mencegah kerusakan pada singkong, bisa dilakukan dengan cara mengeringkan permukaan kulit, disimpan di tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari panas. Sedangkan untuk pengendalian terhadap pembusukan à buang umbi yang busuk & diupayakan agar permukaan umbi kering (aerasi lancar).
2.      Meskipun bahan makanan menjadi tahan lama dalam penyimpanan namun, harus diperhatikan batas waktu simpan batas kadarluarsanya.
























DAFTAR PUSTAKA

Wijandi, S. 1985. Teknik Pengolahan dan Penyimpanan Hasil Panen. Agro Industri Press, Fateta IPB, Bogor.
Lies Suprapti, Ir. 2002. Pembuatan Tepung Kasava dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.
Lies Suprapti, Ir. 2005. Pembuatan Tepung Terigu dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.
Rahmat Rukmana, Ir. 1997. Ubi Kayu, Budi Daya dan Pasca panen. Kanisius, Yogyakarta.
Rizal Syarief dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan,  Jakarta.
Adnan M. 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Pangan. Penerbit Agritech, Yogyakarta














LAMPIRAN


                                   
  Varietas adira l        Singkong varietas mentega          Varietas mentega


                                          
Singkong varietas lanting                             Singkong varietas adira l

                                        
Singkong varietas randu                   Singkong varietas kaliki